Peta Situs | Komunitas Tzu Chi | Links  
| Tentang Kami | Berita Tzu Chi | Misi & Visi |Cara Berpartisipasi | Jadwal Kegiatan | Inspirasi | Kantor Penghubung |Kata Perenungan |



Membalut Luka Tubuh dan Hati

Tiap kali Tzu Chi mengadakan baksos kesehatan, cerita yang paling sering terdengar adalah terbukanya lembaran hidup baru pasien peserta baksos. Hidup mereka sebelumnya yang dibelenggu oleh penyakit, berubah menjadi hari-hari baru yang lebih cerah setelah penyakit yang diderita berlalu dari badannya.

 

Baksos ke-26: Tulus Menjalani Hidup

Adjat Sudrajat, mungkin sudah siap untuk menjalani hidupnya dengan penderitaan yang telah ditanggungnya selama 25 tahun ini. Ia lahir dengan bibir sumbing di bagian bawah kedua lubang hidungnya. Adjat tinggal hanya berdua dengan neneknya, menekuni pekerjaan sebagai tukang sampah. Ibunya telah meninggal sejak melahirkannya, sementara ayahnya yang sudah menikah lagi, tidak mau mengurusnya. Ia tumbuh tanpa pernah mengenal orangtuanya, dan tanpa saudara. Hanya neneknya yang mengurus dan membiayainya dari hasil mencuci pakaian orang lain.

Bibir atas yang terbelah mengakibatkan Adjat tidak bisa berkata-kata dengan jelas, namun tidak lantas menjadikannya seorang yang pemalu. Saat ditanya bagaimana perasaannya terlahir dalam keadaan yang demikian, bukannya Adjat tidak merasa sedih, namun dengan tegar ia mengatakan, “Tidak apa-apa, saya hanya menerima apa yang sudah diberikan pada Yang Di Atas kepada saya.”

Dalam sebulan, pendapatan laki-laki yang hobi main sepak bola ini sekitar Rp 100.000,- sebagian nafkah yang diperoleh ia berikan pada nenek yang sangat disayanginya. Adjat tidak punya cita-cita yang terlalu berlebihan, ia hanya ingin membalas budi nenek yang telah membesarkannya. “Harapan saya, nanti bisa gantian menjaga nenek!” katanya singkat.

Adjat diantar oleh Debby, relawan yang sampah rumahnya juga diangkut oleh Adjat, ke baksos kesehatan Tzu Chi ke-26, tanggal 1 Mei 2005. Sebelumnya Adjat juga pernah berniat untuk mengikuti pengobatan sejenis, tapi tanpa alasan yang dapat ia mengerti, neneknya melarang. Meski ingin sembuh, saat itu Adjat mematuhinya. Kali ini ternyata dorongan untuk sembuhnya lebih kuat, hingga ia nekat datang tanpa sepengetahuan neneknya. “Saya sangat berterima kasih kepada Ibu Debby yang telah mengajak saya,” kata Adjat dengan tulus sambil menatap Debby, yang mungkin seusia dengan ibunya ini. Meski harus menunggu cukup lama, akhirnya Adjat dapat dioperasi, dan akan membawa kejutan manis bagi neneknya.

 

Baksos ke-27: Tekad Untuk Berubah

Di lantai 2 Poliklinik Cinta Kasih, tanggal 29 Mei 2005, dilakukan pemeriksaan awal untuk pasien baksos kesehatan ke-27. Seorang bapak setengah baya dipapah oleh seorang relawan dan istrinya menuju ke tempat antrian. Cara berjalan bapak yang bernama Jimmy Widjaja ini sedikit terpincang. Jimmy yang saat ini berusia 61 tahun, memiliki kelainan pada kaki kirinya yang mengecil akibat konsumsi obat-obatan saat ia masih balita. Kondisi fisik ini menyebabkan Jimmy sulit mendapatkan pekerjaan, bahkan hingga setelah ia berkeluarga. Beruntung ia memperistri Hwi Suin Nio (47 tahun) yang tidak mengeluhkan kondisinya.

Sehari-hari Suin Nio berjualan gado-gado. Sesekali putri tunggal mereka juga membantu. Hasil penjualan pas-pasan untuk membiayai hidup mereka. Saat masih dapat melihat, Jimmy juga rajin membantu usaha istrinya, meskipun hanya sekadar menggoreng bahan-bahan. Sejak 2 tahun yang lalu, kedua mata Jimmy mengalami gangguan sehingga ia nyaris kehilangan penglihatan. Ia hanya bisa menangkap bayangan kabur dari benda-benda di depan matanya.

“Setelah sembuh nanti, saya berjanji dalam hati ingin berubah menjadi lebih baik,” tuturnya, “nanti saya akan lebih rajin ke Gereja dan berdoa,”lanjutnya lagi. Ia tidak mempermasalahkan perbedaan antara agama Buddha yang melandasi Tzu Chi dengan agama Kristen yang dianutnya, malahan ia mengatakan, “Meskipun saya ini beragama Kristen, tapi saya akan mengikuti ajaran agama Buddha yang baik seperti tidak makan daging dan tidak minum alkohol.”

 

Baksos ke-28: Cinta Kasih yang

Mengubah Nasib

Dalam baksos kesehatan ke-28, tanggal 6-7 Agustus 2005 di Poliklinik Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng, Jakarta Barat, Tzu Chi Bandung menjadi tamu yang cukup istimewa. Rombongan dari kota kembang ini terdiri dari 18 dokter dan 27 relawan, serta 16 pasien.

Ini adalah kali pertama Tzu Chi Bandung mengikuti baksos kesehatan di Jakarta . Prof. Dr. Pisi Lukitto, dokter yang cukup disegani di Bandung mengungkapkan, “Saya merasa kagum pada Tzu Chi, apalagi setelah melihat Perumahan Cinta Kasih, poliklinik, dan sekolah, saya semakin kagum.”

Salah satu pasien yang berasal dari Bandung adalah Tendi Maulana (5 tahun) yang menderita bibir sumbing sejak lahir. Teman-teman Tendi yang seumur dengannya rata-rata sudah bersekolah, setidaknya masuk Taman Kanak-Kanak (TK), tapi Tendi belum. “Ia pengin sekolah, tapi minta bibir sumbingnya dirapikan dulu,” jelas Zaenal dan Titi Suryati, orangtua Tendi. “Saya juga sering sakit hati kalau anaknya saya diledek. Tapi kalau sudah nasib, ya sudah,” ungkap Zaenal pasrah. Ia hanya bisa pasrah pula melihat anak kesayangannya menanggung derita karena uang yang ia kumpulkan tak pernah cukup untuk mengoperasi Tendi.

Bertiga mereka melewatkan hari-hari di sebuah rumah kontrakan. Zaenal sehari-hari lebih banyak menganggur. Ia sebenarnya menjadi kondektur truk tangki minyak tanah, tapi hanya bekerja dua kali dalam seminggu. Ia pun terus memutar otak agar bisa mencari tambahan agar beban hidup mereka menjadi lebih ringan dan yang terpenting bisa menyembuhkan bibir sumbing Tendi.

“Tapi kini sudah nasibnya Tendi dioperasi,” ucap syukur Titi dengan menahan air mata. Pagi-pagi, usai dioperasi, ketika menginap di Sekolah Cinta Kasih, Tendi mengamati perban bekas jahitan di bibirnya. “Ma, bibir Tendi sudah dijahit,” ujarnya. “Iya. Nanti Tendi jadi cakep,” jawab ibunya sambil memeluk Tendi dengan haru. Wajah Tendi pun berbinar karena impiannya untuk bersekolah akan segera terwujud.

• Ivana/Sutar

Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia
Telp. (021) - 6016332, Fax. (021) - 6016334
Copyright © 2005 TzuChi.or.id